Foto: Ilustrasi Internet.

KAMPAR -  Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar, Aliman Makmur mengatakan tambang Galian C ilegal sama dengan aksi pencurian sumber daya alam milik negara.

Oleh sebab itu, Kata Aliman, penindakan aksi pencurian merupakan ranah kepolisian.

"Kalau tak berizin itu kan ilegal. Kalau ilegal itu kan artinya mereka mencuri, mencuri kekayaan alam negara. Kalau aksi pencurian itu ranah polisi untuk menindak," ujar Aliman di beberapa momen saat ia masih aktif sebagai kepala dinas.

Jika kita lihat lebih seksama, ada banyak dampak yang muncul akibat adanya aktivitas tambang pada alam dan lingkungan. Berikut dampak dari operasional tambang Galian C pada alam dan lingkungan disadur dari berbagai sumber.

1. Perubahan Vegetasi

Perubahan vegetasi penutup
Proses Land Clearing pada saat operasi pertambangan dimulai menghasilkan dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. 

Kemudian, aktivitas tambang haram dilakukan di dekat pemukiman penduduk, areal pertanian dan perkebunan rakyat karena itu akan mengganggu dan merusak vegetasi. Tanpa vegetasi lahan menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim hujan.

2. Perubahan Topografi

Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada daerah tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang karena digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan overburden) dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah pada perusahaan tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti halnya dampak hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng yang curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi bentang alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang semula.

3. Perubahan Pola Hidrologi

Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus hidrologi. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka. Setelah tambang tidak beroperasi, kondisi hidrologi berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air tanah untuk keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air akibat tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun (Ptacek, et.al, 2001).

4. Kerusakan Tubuh Tanah

Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar, 2010).

Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin, terkikisnya lapisan topsoil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. 

Selain itu dengan mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi dan perkembangan akar. Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga akan berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Suprapto (2008) membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida (overburden) menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. 

Banyaknya penggunaan alat berat dalam proses penambangan akan menghasilkan emisi gas buang, selain itu penggunaan kendaraan dalam proses pengangkutan material tambang juga menghasilkan emisi gas buang serta mengakibatkan peningkatan jumlah partikel debu terutama pada musim kemarau. Sehingga dalam kurun waktu yang lama akan terjadi perubahan kualitas lingkungan terutama kualitas udara, baik di lokasi penambangan maupun di jalur yang dilewati oleh kendaraan pengangkut material tambang.

Akibat banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan ini, maka dari itu, kita semua harus mawas dan harus bersuara, supaya aktivitas tambang yang dijalankan secara ilegal serta tidak tunduk pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negera Republik Indonesia ini harus kita lawan. Agar alam yang lestari tetap bisa kita jaga dan kita wariskan ke anak cucu kita kelak.(redaksi)