Foto : ilustrasi internet

Suaramuda.com - Alokasi aspirasi pembangunan atau disebut juga dengan Pokir untuk setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kampar mendapat sorotan. Tidak hanya disorot, hak "tunjuk" dan hak usul untuk mengalokasikan pembangunan oleh anggota dewan ini, dalam perjalanannya tak jarang dapat memicu ketegangan di internal partai politik hingga membuat hubungan antar personal di tim sukses para anggota legislatif memanas.

Berdasarkan penelusuran yang kami lakukan selama beberapa waktu, "pembagian" siapa yang mengerjakan proyek Pokir di internal partai di Kampar bisa membuat hubungan antar pengurus partai politik panas. Di mana terjadi kecemburuan antar pengurus, situasi ini disinyalir diakibatkan oleh adanya seseorang di antara mereka yang dianggap ada yang mendapatkan keistimewaan dalam pembagian "jatah" Pokir. Bahkan sampai terjadi ketidakpuasan sehingga menyebabkan adanya kader satu partai keluar.

Kemudian, dari informasi yang kami rangkum, situasi di internal anggota tim anggota dewan juga ditemukan, adanya ketidakharmonisan yang disebut-sebut dipicu oleh proyek Pokir yang tidak terbagi sama rata. Perasaan ada yang diistimewakan oleh sang aleg membuat ada anggota tim yang kecewa.

Kemudian, beberapa kontraktor juga mengeluhkan besarnya fee proyek yang harus dikeluarkan jika mengambil pekerjaan proyek kategori Pokir ini.
Namun, di satu sisi, mereka tidak berani bersuara secara terbuka karena takut tidak mendapat proyek Pokir lagi tahun mendatang. Padahal, bagi beberapa kontraktor kecil skala lokal, proyek Pokir ini dibutuhkan sebagai sumber menyambung hidup bukan untuk memperkaya diri.

Kewenangan menentukan Pokir oleh para anggota dewan, juga membuat para rekanan di Kampar yang biasa memborong proyek bergejolak. 

Kami juga telah merangkum, para kontraktor Kampar pernah mendatangi DPRD Kabupaten Kampar, Senin, 16 Maret 2020 silam. Mereka bahkan "menggeruduk" gedung parlemen sebanyak dua kali di bulan yang sama. Mereka mengadu ke DPRD sehingga pihak DPRD sampai menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti keluhan dari para kontraktor terkait pelelangan proyek dan distribusi proyek penunjukan langsung (PL).

Terbaru, anggota DPRD Kabupaten Kampar dari Fraksi Partai Demokrat Juswari Umar Said, SH, MH menggugat Penjabat Bupati Kampar, Penjabat Sekretaris Daerah pada Pengadilan Negeri Bangkinang dengan register No. 95/Pdt.G/2023/PN Bkn yang didaftarkan secara online dengan sistim e-Court/sistim Elektronik pada Selasa (3/10/2023).

Selain dua tergugat itu, lawyer non aktif ini juga menggugat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kampar (BAPPEDA), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kampar (BPKAD). Turut menjadi tergugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Riau.

Ia menggugat dalam perkara dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian alokasi Pokok Pikiran (Pokir) yang dilakukan oleh Tergugat I (Penjabat Bupati Kampar) Tergugat II (Penjabat Sekda Kampar), Tergugat III (BAPPEDA) dan Tergugat IV (BPKAD)

Menurutnya pemberian alokasi Pokir antara unsur pimpinan dan anggota DPRD terjadi perbedaan. Unsur pimpinan DPRD sebesar Rp25 miliar, 20 miliar, Rp15 miliar dan Rp10 miliar.
Sedangkan anggota termasuk penggugat hanya mendapatkan Pokir sangat tidak sebanding berkisar Rp1 miliar, Rp800 juta, Rp500 juta, Rp250 juta, Rp150 juta

Masih menurut di, alokasi Pokir unsur pimpinan itu sangat fantastis yang diberikan oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV, karena mendapat tekanan dari Unsur Pimpinan DPRD.

Menurut Juswari, kalau belum jelas nilai nominal dan/atau kehendak mereka terhadap unsur pimpinan, maka unsur Pimpinan tidak mau hadir, tidak mau membahas serta tidak mau menanda tangani pengesahan APBD. Namun jika sudah terpenuhi keinginan unsur pimpinan, mereka baru mau hadir untuk pengesahan APBD.

Hal itu terjadi sudah berlangsung lama setiap pembahasan APBD dan pengesahan APBD dari 2019 sampai sekarang. DPRD Kabupaten Kampar masa jabatan 2019-2024 terdiri dari 45 orang anggota terdiri dari satu orang ketua dengan tiga orang wakil ketua.

Bahwa sesuai dengan Fungsi DPRD, Kabupaten dengan mempunyai Fungsi yaitu Legislasi, Anggaran dan Pengawasan dan selain itu Penggugat sebagai anggota DPRD juga mempunyai kewajiban menyampaikan Pokir sebagaimana yang diatur dalam Pasal 178 Permendagri Nomor 86 tahun 2017 tentang Penelaahan Pokok-Pokok Pikiran merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi konstituen melalui reses di daerah pemilihan (Dapil) melalui kunjungan kerja secara berkala Reses;
Menampung dan Menindak Lanjuti Aspirasi dan Pengaduan Masyarakat.

Bahwa Tergugat I selaku Penjabat Bupati mempunyai tugas dan wewenang mengajukan Perda, menetapkan Perda persetujuan bersama DPRD, secara jujur adil tidak memihak kepada kepentingan Golongan atau kepentingan tertentu;

Bahwa Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV mempunyai tugas membantu Tergugat I dalam rangka menyelenggarakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Kabupaten Kampar, secara Profesional, jujur dan adil sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;

Dalam perkara ini, semua data dan dokumen yang berhubungan Pokir, baik milik unsur pimpinan maupun unsur anggota DPRD ada pada Tergugat III dan Tergugat IV

Bahwa dengan demikian Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV telah melanggar Pasal 178 Permendagri Nomor 86 tahun 2017 tentang Penelaahan Pokok - pokok Pikiran (POKIR), karena Permendagri tersebut sudah jelas tidak ada perbedaan Jumlah nilai Pokok - pokok Pikiran (POKIR) antara unsur Pimpinan dengan Unsur Anggota DPRD. Kabupaten Kampar;
Bahwa Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II, telah lalai melalukan Fungsinya selaku Pengawasan kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV;

Untuk mencegah agar berjalannya azaz-azaz umum pemerintah yang baik, maka sangat patut dan adil Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk melakukan evaluasi, meninjau kembali terhadap kinerja Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV;

Bahwa Turut Tergugat III selaku KPK RI sebagai Aparat Penegak Hukum untuk melakukan langkah-langkah dan tindakkan hukum demi berjalannya pemerintahan yang bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

Dengan demikian perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Penggugat mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang untuk berkenan memeriksa dan memutuskan secara primair menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV, telah Melakukan Perbuatan Melawan Hukum;

Menghukum Turut Tergugat I ,Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III untuk patuh dan tunduk dan melaksanakan putusan ini. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV untuk membayar biaya perkara. 

Subsidair, apabila Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang berpendapat lain, maka penggugat memohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Pokir dan Regulasi yang Mengatur

Pokok-pokok pikiran (Pokir) merupakan aspirasi pembangunan masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan agar diperjuangkan di pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Pokir memiliki peran yang sangat strategis dalam proses penyusunan rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), karena dalam pokir tersebut sering kali muncul usulan yang sifatnya inovatif yang belum tersampaikan dalam musyawarah pembangunan di semua tingkatan (musrembang) terkadang belum terpikirkan oleh Perangkat Daerah, mengakar dari masyarakat, namun sesuai kebutuhan dalam skala kabupaten.

Pokok pikiran DPRD merupakan kajian permasalahan pembangunan Daerah yang diperoleh dari DPRD yang kemudian dimasukan ke dalam SIPD dalam bentuk Program dan Kegiatan.

Berdasarkan Pasal 178 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, Penelaahan Pokir merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.

Dalam tahapan penginputan Pokir dalam SIPD, pembuatan akun dilakukan oleh Sekertaris Daerah, kemudian Dewan melakukan input Pokir, setelah Pokir selesai diinput kemudian validasi dilakukan oleh sekretariat DPRD, Bappeda, OPD, TAPD, sebelum usulan tersebut disetujui. 

Aturan yang menjadi inspirasi atau semangat Pokir diantaranya UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Harapannya adalah pada perjuangan aspirasi bukan pada jumlah usulan dana yang terangkum dalam Pokir.

Untuk merealisasikan pelaksanaan Pokir perlu anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sementara kemampuan keuangan daerah saat ini sangat terbatas. Artinya Pokir yang diusulkan harus disepakati sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. 

Kemampuan Keuangan Daerah adalah kemampuan daerah dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya sendiri.(NAZ)