Muhammad Iqbal Hendri, Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Suaramuda.com - Provinsi Riau kerap dipersepsikan sebagai daerah yang kaya sumber pakan ternak. Rumput alam tumbuh hampir sepanjang tahun, limbah pertanian tersedia musiman, dan kawasan perkebunan menghasilkan biomassa dalam jumlah besar. Namun realitas di tingkat kandang rakyat menunjukkan cerita yang berbeda. Produktivitas domba dan kambing masih berjalan lambat, baik dari sisi pertambahan bobot badan, angka kelahiran, maupun kontribusinya terhadap pendapatan peternak.

Sebagai wartawan yang sering berdiskusi dengan peternak, sekaligus akademisi yang membaca data dan laporan, saya melihat persoalan ini tidak sesederhana soal ketersediaan pakan. Ada jarak yang cukup lebar antara potensi alam, praktik lapangan, dan arah kebijakan daerah yang semestinya saling menguatkan.
Potensi Hijauan Riau yang Sering Dianggap Sudah Cukup
Bagi sebagian besar peternak rakyat, hijauan yang melimpah sudah dianggap sebagai jawaban utama kebutuhan pakan. Selama ternak tidak kekurangan rumput, usaha dipandang berjalan normal. Cara pandang ini tumbuh dari pengalaman turun-temurun yang menempatkan kuantitas sebagai ukuran utama kecukupan pakan.

Namun, pendekatan tersebut menyimpan persoalan tersembunyi. Hijauan yang banyak tidak otomatis berarti bernutrisi tinggi. Tanpa disadari, ternak hanya mengonsumsi pakan untuk bertahan hidup, bukan untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal.
Pakan Ada, Kualitasnya Belum Tentu Terjaga
Di banyak kandang rakyat, rumput diberikan dalam kondisi apa adanya. Saat musim hujan, hijauan muda memang melimpah, tetapi kandungan airnya tinggi sehingga asupan nutrisi efektif menjadi rendah. Sebaliknya, di musim kemarau, rumput yang tersedia cenderung tua dan berserat kasar.

Kondisi ini menyebabkan fluktuasi kualitas pakan sepanjang tahun. Dampaknya terasa langsung pada performa ternak. Pertambahan bobot badan menjadi tidak konsisten, sementara efisiensi pakan sulit dicapai.
Ketergantungan pada Rumput Alam dan Limbah Perkebunan Ketergantungan pada rumput alam masih sangat dominan. Di beberapa wilayah, peternak mulai memanfaatkan limbah perkebunan seperti pelepah sawit atau gulma kebun. Sayangnya, pemanfaatan ini umumnya tanpa pengolahan lebih lanjut.
Padahal, secara sederhana dapat dikatakan bahwa bahan berserat tinggi tanpa perlakuan hanya sedikit berkontribusi pada produksi daging. Ternak memang kenyang, tetapi energi yang benar-benar terserap tubuh sangat terbatas.

Masalah Nutrisi: Energi dan Protein yang Tak Seimbang
Berbagai kajian lapangan menunjukkan bahwa ransum ternak kecil rakyat sering kali kekurangan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini membuat ternak tumbuh lambat dan rentan terhadap stres lingkungan.
Dalam kondisi tersebut, potensi genetik ternak tidak pernah benar-benar muncul. Bukan karena bibitnya buruk, tetapi karena kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi secara memadai.

Produktivitas Ternak yang Jalan di Tempat
Produktivitas yang stagnan menjadi keluhan umum peternak. Waktu pemeliharaan menjadi panjang, biaya tenaga meningkat, sementara hasil tidak sebanding. Situasi ini membuat usaha ternak sulit berkembang dan kurang menarik bagi generasi muda. Jika dibiarkan, kondisi ini berpotensi memperlebar kesenjangan antara kebutuhan protein hewani dan kemampuan produksi lokal, terutama di daerah pedesaan.

Manajemen Pakan yang Masih Tradisional
Sebagian besar peternak masih menerapkan pola potong-angkut tanpa perencanaan ransum. Tidak ada pembagian pakan berdasarkan umur, bobot badan, atau fase produksi ternak.

Padahal, sedikit penyesuaian manajemen pakan dapat memberikan dampak besar. Perubahan kecil sering kali menjadi pembeda antara ternak yang sekadar hidup dan ternak yang produktif.

Peran Pengetahuan Peternak dalam Menentukan Hasil
Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa peternak yang memiliki akses informasi nutrisi dasar cenderung lebih adaptif. Mereka mulai mencoba kombinasi pakan, memanfaatkan bahan lokal, dan memperhatikan respon ternak.

Sayangnya, pendampingan teknis belum merata. Program pelatihan sering kali bersifat singkat dan tidak berkelanjutan, sehingga dampaknya cepat memudar.
Teknologi Pakan yang Belum Banyak Diadopsi
Teknologi sederhana seperti silase, fermentasi, atau penggunaan leguminosa lokal sebenarnya bukan hal baru. Namun adopsinya masih rendah di tingkat peternak kecil.

Masalah utamanya bukan semata biaya, melainkan kebiasaan dan minimnya contoh nyata di sekitar mereka. Peternak cenderung percaya pada apa yang sudah terbukti di lingkungannya.

Peluang Pakan Lokal untuk Mendongkrak Produksi
Riau memiliki beragam sumber pakan lokal potensial. Limbah pertanian, hasil samping agroindustri, dan tanaman pakan adaptif dapat menjadi solusi nyata jika dikelola dengan baik.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kualitas ransum, tetapi juga menekan biaya produksi. Bagi peternak rakyat, efisiensi sering kali lebih penting daripada teknologi yang rumit.

Menata Ulang Cara Pandang terhadap Pakan Ternak
Sudah saatnya pakan dipandang sebagai investasi, bukan sekadar biaya. Kualitas pakan menentukan kecepatan panen, kesehatan ternak, dan keberlanjutan usaha.

Perubahan cara pandang ini membutuhkan dukungan kebijakan daerah yang berpihak pada penguatan peternakan rakyat, bukan sekadar program jangka pendek.

Dari Kandang Rakyat ke Ketahanan Pangan Daerah
Produktivitas domba dan kambing berkaitan langsung dengan ketahanan pangan daerah. Ternak kecil memiliki siklus produksi cepat dan cocok dikembangkan oleh peternak skala kecil.

Jika pakan dan manajemen diperbaiki, kontribusinya terhadap penyediaan protein hewani nasional akan semakin nyata, terutama di luar sentra peternakan besar.
Penutup: Catatan dari Kandang ke Meja Kebijakan
Persoalan produktivitas ternak kecil di Riau bukan semata masalah teknis, melainkan persoalan cara pandang dan keberpihakan. Peternak membutuhkan lebih dari sekadar hijauan; mereka membutuhkan pengetahuan, pendampingan, dan kebijakan yang konsisten.

Tulisan ini bukan untuk menyalahkan, melainkan mengajak berdiskusi. Jika hijauan sudah tersedia, maka pertanyaannya bergeser: apakah kita siap mengelolanya dengan lebih cerdas? Dari kandang rakyat, harapan ketahanan pangan nasional sesungguhnya sedang menunggu untuk diwujudkan.
1 Mahsiswa Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2 Dosen Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Penulis: Muhammad Iqbal Hendri1 dan Assoc. Prof. Dr. Ir. Sadarman, S.Pt., M.Sc., IPM2