Foto : Jokowi Bentuk Tim Penyelesaian 2.500 Ha Lahan Pertanian Suku Sakai di Koto Garo Tapung Hilir.

JAKARTA - Aksi Gerakan Lawan Mafia Tanah (GerLaMata) Riau yang melaporkan praktek mafia tanah terhadap 2.500 Ha lahan pertanian milik kelompok tani masyarakat Suku Sakai di daerah Takuana, Flamboyan, Petapahan, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, berhasil mendapatkan atensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Demikian disampaikan langsung Staf Ahli Presiden Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP), Sahat Lumbanraja. Ditegaskannya, atensi itu ditujukan guna mengembalikan tanah seluas 2.500 Ha milik masyarkat Sku Sakai yang kini tengah dikuasai oleh sejumlah pengusaha atas nama Ateng Cs.

"Tuntutan pengembalian atas tanah 2.500 Ha yang peruntukan awalnya bagi masyarakat suku sakai ini, telah mendapat atensi dari Presiden. Untuk itu telah dilakukan rapat bersama antara pihak pelapor bersama KSP, Kementrian ATR-BPN dan Kementrian LHK," ujarnya usai mendampingi GerLaMata bersama perwakilan masyarakat Suku Sakai di kantor Kementrian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK), Selasa (4/4/2023).

Lebih lanjut dikatakan Sahat, sebagai tindak lanjut atas pengaduan GerLaMata itu. KSP telah membentuk tim penyelesaian konflik dengan melibatkan Kementrian Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan (ATR BPN) dan KLHK, serta Kementrian/Lembaga terkait.

Terpisah Ketua Umum GerLaMata M. Riduan yang mendampingi masyarakat suku sakai, menegaskan kedatangan pihaknya guna menuntut pengembalian tanah seluas 2.500 Ha yang berdasarkan SURAT KEPLA DAERAH TINGKAT II KAMPAR Nomor : 520/EK/VI/96/2250 Tertanggal 3 Juni 1996. Diperuntukan sebagai tanah kelompok tani masyarakat suku sakai segera dikembalikan kepada masyarakat suku sakai. Mengingat selama 27 tahun terakhir tanah tersebut telah dikuasai menjadi kebun kelapa sawit oleh segelintir pengusaha, dengan mengatas namakan Kelompok Tani Suku Sakai.

“Kami meminta Bapak Presiden Joko Widodo, memerintahkan Mentri ATR-BPN segera melakukan pengembalian atas lahan pertanian seluas 2.500 Ha milik dari 25 kelompok tani masyarakat suku sakai kepada masyarakat suku sakai. Karena faktanya lahan pertanian itu selama ini dikuasai oleh individu pengusaha saja, dengan tetap mengatas namakan kelompok tani masyarakat Suku Sakai,” ujar M. Riduan.

Lebih lanjut diterangkannya, pada tahun 1996 Bupati Kampar melalui SURAT KEPLA DAERAH TINGKAT II KAMPAR Nomor : 520/EK/VI/96/2250 Tertanggal 3 Juni 1996. Melakukan redistribusi tanah seluas 2.500 Ha untuk 1.250 kepala keluarga yang tergabung dalam 25 kelompok tani masyarakat suku sakai, untuk diusahai menjadi lahan pertanian. Namun pada perjalanannya, masyarakat tak kunjung mendapatkan haknya yakni seluas 2 Ha per kepala keluarga.

“Sejak kelompok tani dibentuk, 1.250 kepala keluarga yang menjadi anggota kelompok tani hanya diminta menyetor KTP (kartu tanda penduduk) saja, tetapi faktanya tanah yang menjadi hak mereka malah berpindah tangan dan dikelola oleh para pengusaha menjadi kebun kelapa sawit, dengan tetap menggunakan nama masyarakat dan kelompok tani masyarakat sebagai dasar menjalankan usahanya,” jelas M. Riduan. (NAZ).