Foto : Muammar Alkadafi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

PEKANBARU - Kekalutan dan kegelisahan menghantui para Dosen dan Pegawai Tetap Non-PNS yang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama. Hal ini karena adanya kebijakan pemerintah untuk tidak lagi menggunakan Dosen dan Pegawai Tetap Non-PNS di instansi pemerintah, termasuk di pergururuan tinggi negeri hingga akhir November 2023.

Himbauan pemerintah ini membuat keresahan bagi para-Dosen dan Tendik terutama bagi mereka yang sudah memiliki masa kerja di atas 10 tahun, terancam diberhentikan.

Kegelisahan yang tanpa henti ini berakhir dengan digelarnya aksi damai yang diinisiasi oleh Alkadafi di depan Kampus Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Senin (17/4/2023).

Aksi damai tersebut diikuti oleh Dosen dan Tendik Non-PNS dengan titik kumpul di depan Masjid Kampus, lalu berjalan kaki sambil membawa spanduk dan berorasi di depan gerbang kampus.

“Kami para Dosen dan Tendik Non-PNS bertekad untuk melakukan aksi damai dengan cara turun ke jalan, kami lakukan ini karena adanya aturan-aturan terhadap Dosen dan Tendik Tetap Non-PNS di PTN yang tidak adil," Kata Alkadafi.

"Kami telah mengabdi di atas lima tahun, belasan hingga puluhan tahun, dan ada beberapa dosen dan tendik Non-PNS yang hampir memasuki usia pensiun, tetapi harus menjalani seleksi ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK tanpa afirmasi. Nasib kami makin tidak jelas karena Kementerian PAN dan RB menyatakan di penghujung November 2023 ini tidak ada lagi pegawai honorer di instansi pemerintah, termasuk di PTN,"kata Muammar Kadafi (37).

Dijelaskan Alkadafi, salah satu dosen tetap non-PNS di Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Dikatakannya bahwa mereka berharap ada keberpihakan yang adil bagi para dosen tetap non-PNS untuk mengawal nasib mereka, cendekiawan yang tertindas.

Menurut Alkadafi, dosen Fakultas Ekonomi dan Sosial ini, menjadi Dosen dan Tendik Tetap Non-PNS di berbagai PTN telah direstui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama pada kurun waktu 2006-2021

“Kami mendapatkan gaji yang besarannya sekitar 80 persen dari Dosen dan Tendik PNS, kami juga memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN), mendapatkan sertifikat dosen, dan kami pun memiliki jabatan fungsional,"ucapnya.

Kata dia, tidak sedikit koleganya yang telah menyelesaikan studi lanjut ke jenjang doktoral, bahkan sudah ada yang mendapatkan jabatan fungsional lektor kepala. Hal ini menunjukkan bahwa dosen non-PNS tidak hanya sekedar mengajar saja, namun tetap berupaya mewujudkan fungsinya sebagai dosen yang wajib melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, di samping mengajar, dosen juga wajib meneliti dan menyampaikan hasil risetnya kepada masyarakat melalui pengabdian.


“Kami tidak hanya mengajar, kami ikut meneliti lalu hasil riset kami publikasikan, terakhir kami diseminasikan kepada pengguna akhir, yaitu masyarakat melalui kegiatan pengabdian, hal ini jelas akan memberikan nilai positif bagi institusi kami sendiri karena semakin banyak hasil riset yang dipublikasikan maka institusi kami semakin dikenal,” kata Alkadafi.

Terlepas dari kegiatan apa yang telah dilakukan oleh koleganya, Alkadafi begitu gamang menatap masa depan karirnya sebagai dosen di kampus yang telah membesarkannya. Apatah lagi dengan adanya permintaan Dosen dan Tendik Tetap Non-PNS dites untuk seleksi menjadi Dosen dan Tendik ASN PPPK. Sayangnya, tes ini dijalankan secara umum, tidak memberikan afirmasi sama sekali teruatama yang berhubungan dengan umur, masa kerja, dan sertifikasi dosen, seperti yang dilakukan pada guru honorer yang ikut seleksi ASN PPPK.

Lalu bagaimana hasilnya, Alkadafi menuturkan bahwa sebagian besar Dosen dan Tendik Tetap Non-PNS masih gagal karena tidak lolos passing grade, butiran soalnya lumayan sulit untuk dijawab terutama pada bagian Tri Dharma Perguruan Tinggi dan Bahasa Inggris. Menurut Alkadafi, jika di November 2023 masih belum ada keputusan yang berpihak pada Dosen dan Tendik Non-PNS, hal ini berarti akan banyak Dosen Non-PNS yang tidak bisa lagi mengajar, demikian juga jika ikut tes calon dosen PNS pun tidak bisa karena umur dari masing-masing kolega sudah di atas 35 tahun. “Perasaan galau itu pasti ada namun Kami tetap berharap yang terbaik buat karir kami sebagai Dosen dan Tendik ASN.

Di akhir aksi damai yang dipimpin Alkadafi, Mahasiswa Pascasarjana Program Doktoral Universitas Terbuka ini meminta pertama, menuntut pemerintah untuk menjamin tidak ada Pemutusan Hak Kerja (PHK) Massal, tidak ada PHK bertahap, dan tidak ada PHK terselubung setelah 28 November 2023 terhadap tenaga Non PNS. Kedua, menuntut pemerintah melalui Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), dan Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia untuk menyelesaikan pengangkatan selurun Dosen Tetap Bukan /Non PNS dan Tenga Kependidikan Non PNS dilingkungan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebelum tanggal 28 November 2023. Ketiga, mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan Revisi RUU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN menjadi Undang-Undang.

“Jika pemerintah tidak merespon tuntutan kami, tuntutan para-Dosen dan Tendik ini dengan langkah-langkah strategis, maka kami seluruh Dosen dan Tendik Tetap Non-PNS akan menemui Presiden Republik Indonesia Bapak Ir H Joko Widodo di Istana Negara pada tanggal 27 April 2023,” pungkas Alkadafi. (Sadarman).