Suaramuda.com - Salah satu fenomena atau kasus yang marak terjadi di Indonesia adalah korupsi. Korupsi di Indonesia sendiri seakan sudah mendarah daging. Gejalanya amat menyebar serta semakin terekspos ke publik. Apalagi setelah disahkannya otonomi daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 dimana memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan secara otonom dapat berlangsung dalam scoop atau lingkup yang lebih luas (Harto, 2014).

Walaupun tujuan awal yang dimakwsud untuk menumbuhkan kemandirian ditiap daerah-daerah. Namun, dalam kenyataannya membuat banyak jejaring korupsi tumbuh dan bermunculan, mulai dari tingkatan pusat sampai ke daerah, dari pucuk pimpinan sampai dengan yang terbawah. (Widianti, Padiatra, Rivaldi, & Sari, 2022)

Korupsi berasal dari kata latin “corruptio” atau “corruptus” yang berarti kerusakan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, dan tidak bermoral kesucian (Wibowo, et al., 2022). Dalam pengertian sederhana, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk kepentingan pribadi (Pope, 2008). Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam.

Menurut Sarwono dalam (Adwirman, et al., 2014), faktor penyebab seseorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dari dalam diri sendiri, seperti keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya serta faktor rangsangan dari luar, seperti dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol, dan sebagainya. Akan tetapi, penyebab korupsi secara umum dapat dirumuskan sesuai dengan pengertian korupsi itu sendiri yang bertujuan mendapatkan keuntungan pribadi/ kelompok/ keluarga/ golongannya sendiri.

Sama halnya dengan yang dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sofhian, 2020) yang mengemukakan bahwa korupsi terjadi bukan karena sistem pemerintahan yang lemah, namun faktor karakter penyelenggara negara ataupun masyarakat lainnya yang masih lemah dalam pemahaman dan kesadaran. Dari sisi ini juga menegaskan bahwa pelaku korupsi cenderung sebagai penyalahgunaan power (sumber daya, akses, jabatan, relasi) yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak dibenarkan baik kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok yang menciptakan kerugian aset negara.

Tidak hanya sampai disitu, ada banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari tindakan korupsi ini. Korupsi seringkali disebut sebagai akar dari berbagai masalah yang ada dalam suatu negara yang menjadikan negara jatuh miskin, pemerintahan tidak bisa berjalan dengan baik. Korupsi juga melemahkan sistem kenegaraan, menggerus pondasi kemasyarakatan yang sudah dibangun dan mendistorsi pasar yang pada akhirnya pemerintah dan masyarakat lah yang harus menanggung segala kerugiannya.

Salah satunya dapat dilihat pada sektor ekonomi dimana dampak yang terjadi pada sektor ekonomi ini bisa dilihat, yaitu terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dan investasi yang mengakibatkan turunnya produktifitas yang dihasilkan oleh sektor produksi dan masyarakat secara umum yang biasanya situasi ini menyebabkan rendahnya kualitas barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat (pasar) karena sektor produksi cenderung untuk beradaptasi dengan kondisi ekonomi dan investasi yang kurang.

Efek dari terganggunya ekonomi akibat korupsi akan sangat berdampak bagi masyarakat secara umum dan khususnya masyarakat miskin, dimana dapat dirasakan langsung dampaknya seperti semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan juga sering terjadinya pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan.Banyaknya kerugian yang ditimbulkan dari tindakan korupsi, diharapkan dapat menyadarkan masyarakat untuk memerangi korupsi di Indonesia salah satunya dengan penguatan integritas dan menumbuhkan budaya anti korupsi.

Integritas dan pencegahan korupsi memiliki hubungan yang erat. Integritas merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan konsistensi dalam tindakan-tindakan, nilai-nilai, metode-metode, ukuran-ukuran, prinsip-prinsip, ekspektasi-ekspektasi dan berbagai hal yang dihasilkan. Integritas adalah suatu kepribadian seseorang yang bertindak secara konsisten dan utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan, sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik. Orang berintegritas berarti memiliki pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat. Integritas seseorang sering dikaitkan dengan kualitas rasa kejujuran dan kebenaran sebagai motivasi dalam bertindak. 

Upaya pencegahan korupsi dimulai dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada semua individu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis sembilan nilai integritas yang diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak korupsi. Nilai- nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan (Wibowo, et al., 2022). Dapat dijabarkan yang pertama yaitu kejujuran dimana merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama bagi penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran mustahil seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas.

Seseorang dituntut untuk bisa berkata jujur dan transparan serta tidak berdusta baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kejujuran juga akan terbawa dalam bekerja sehingga akan membentengi diri terhadap godaan untuk berbuat curang atau berbohong. Nilai yang kedua yaitu, disiplin yang menjadi kunci keberhasilan, ketekunan, dan konsisten untuk terus mengembangkan potensi diri membuat seseorang akan selalu mampu memberdayakan dirinya dalam menjalani tugasnya.

Selanjutnya nilai yang ketiga yaitu, tanggung Jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun agama. Pribadi yang utuh dan mengenal diri dengan baik akan menyadari bahwa keberadaan dirinya di muka bumi adalah untuk melakukan perbuatan baik demi kemaslahatan sesama manusia. Nilai yang keempat yaitu, adil berarti perlakuan yang sama untuk semua tanpa membedakan berdasarkan golongan atau kelas tertentu.

Nilai integritas yang kelima yaitu, berani dapat didefisinisikan sebagai hati yang mantap,rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi ancaman atau hal-hal yang dianggap sebagai bahaya dan kesulitan. Seseorang yang memiliki karakter kuat akan memiliki keberanian untuk menyatakan kebenaran, termasuk berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan berani menolak kejahatan.

Peduli Adalah sikap dan tindakan memperhatikan dan menghiraukan orang lain,masyarakat yang membutuhkan dan lingkungan sekitar. Ini termasuk dalam nilai integritas yang kelima karena pribadi dengan jiwa sosial tidak akan tergoda untuk memperkaya diri sendiri dengan cara yang tidak benar, tetapi ia malah berupaya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu sesama. Nilai ketujuh yaitu, kerja keras yang berarti bersungguh-sungguh berusaha ketika menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.

Nilai kedelapan yaitu, mandiri juga berarti kemampuan menyelesaikan, mencari dan menemukan solusi dari masalah yang dihadapi. Kemandirian dianggap sebagai suatu hal yang penting dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin, karena tanpa kemandirian seseorang tidak akan mampu memimpin orang lain. Dan nilai integritas dalam upaya pencegahan korupsi yang terakhir yaitu, sederhana berarti menggunakan sesuatu secukupnya dan tidak berlebihan. Pribadi yang berintegritas tinggi adalah seseorang yang menyadari kebutuhannya dan berupaya memenuhi kebutuhannya dengan semestinya tanpa berlebihan. Dengan menerapkan nilai-nilai integritas tersebut, individu diharapkan mampu membentengi dirinya dari potensi tindak korupsi.

Detia Asri Kurnia Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Baiturrahmah