Penulis : Niken Ellani Patitis, S.P., M.T
Dosen Teknik Pengolahan Kelapa Sawit Politeknik Kampar, Riau.

Suaramuda.com - Pemanasan global merupakan salah satu isu yang semakin mendesak untuk ditangani karena memiliki dampak di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Perubahan iklim yang drastis akibat pemanasan global telah menyebabkan berbagai konsekuensi serius di berbagai sektor kehidupan, termasuk lingkungan, sosial, kesehatan dan ekonomi.

Salah satu penyumbang pemanasan global yang didapatkan dari perkembangan industri kelapa sawit yang memproduksi Crude Palm Oil (CPO). Berdasarkan hasil data dari Direktorat Jendral Perkebunan menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan memproduksi 27 juta ton CPO pada Tahun 2013.

Perkembangan pesat sektor industri kelapa sawit ternyata menimbulkan dampak lain. Berbagai persoalan muncul berkaitan dengan isu lingkungan yang disebabkan aktivitas industri kelapa sawit. Aktivitas industri minyak sawit mulai dari penanaman, pemupukan, penggunaan energi, pengolahan limbah dan lainnya diduga sebagai penyebab peningkatan gas rumah kaca (GRK). GRK merupakan gas-gas yang terdapat di atmosfer, yang menyerap dan memantulkan kembali radiasi inframerah sehingga berakibat pada peningkatan suhu bumi.

GRK pada industri kelapa sawit yang berkontribusi terhadap pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O). Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), menjelaskan bahwa setiap GRK mempunyai potensi pemanasan global (Global Warming Potential/GWP) yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO2. Semakin besar nilai GWP maka akan semakin bersifat merusak.

Upaya menurunkan emisi yang menyebabkan pemanasan global dari produksi Crude Palm Oil (CPO), pemerintah melakukan aksi melalui penerapan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Terdapat 7 prinsip ISPO yang harus dipenuhi perusahaan perkebunan kelapa sawit yaitu sistem perizinan dan manajemen perkebunan, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit, pengelolaan lingkungan, tanggung jawab terhadap pekerja, tanggung jawab sosial dan kominitas, pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.

Salah satu kriteria dalam prinsip pengelolaan lingkungan adalah perusahaan diharuskan melakukan identifikasi sumber emisi GRK. Untuk menghitung sumber emisi GRK dapat menggunakan metode yang yaitu Life Cycle Assessment (LCA). Berdasarkan ISO14040:1997 menjelaskan bahwa LCA merupakan sebuah mekanisme untuk menganalisis dan memperhitungkan dampak lingkungan total dari suatu produk dalam setiap tahap siklus hidupnya. Dimulai dari persiapan bahan mentah, proses produksi, penjualan dan transportasi, serta pembuangan produk. LCA bertujuan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan, sumber polusi dan emisi gas rumah kaca yang kemudian bisa mengetahui potensi dampak pada pemanasan global, perubahan iklim, eutrophication, acidification, dan kesehatan manusia.

Life Cycle Assessment (LCA) digadang-gadangkan sebagai metrik untuk mengukur keberlanjutan dan mencapai pembangunan berkelanjutan. Perkembangan dunia beberapa tahun ini telah mendorong LCA menjadi mainstream. LCA dapat memetakan potensi dampak lingkungan dari seluruh tahap hidup suatu produk. Berbagai contoh yang dapat diambil dari aplikasi LCA pada perusahaan-perusahaan terkemuka di dunia, bagaimana penerapan LCA dapat membantu dalam mengetahui dampak yang terbesar, membantu menurunkan emisi karbon, dan tetap menguntungkan secara finansial.

Selain penggunaan pada manufaktur material infrastuktur, metode LCA juga dapat diterapkan pada sektor energi seperti bioenergi. Salah satu sumber bioenergi yang sangat besar adalah kelapa sawit, dimana limbah padatnya dapat dikonversi ke listrik melalui teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm), sedangkan limbah cairnya berupa POME (Palm Oil Mill Effluent) dapat dikonversi ke listrik melalui teknologi methane capture/Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), serta Crude Palm Oil (CPO)nya dapat diproduksi sebagai pengganti biodiesel. Perhitungan dengan LCA tentunya berbasis pada praktek pengolahan kelapa sawit yang memenuhi peraturan perundangan lingkungan dan best practices dengan produktivitas baik.

Oleh karena itu, dengan adanya metode LCA dapat berkontribusi dalam menurunkan dampak lingkungan terutama dalam menurunkan emisi dan dapat membangun kepercayaan antara sesama industri serta pemerintah dalam menghadapi pemanasan global yang ditimbulkan dari produksi Crude Palm Oil (CPO). Diharapkan juga berbagai penelitian dan contoh Perusahaan yang telah berhasil dalam mengaplikasikan metode LCA dapat menjadi informasi terbaru untuk dapat membangun Indonesia yang berkelanjutan.