Pelaksanaan Mediasi Dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kampar.

Oleh : Ani Widiawati
Fakultas Hukum Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Suaramuda.com - Sebuah usaha yang menghasilkan barang dan jasa tidak terlepas antara perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya tujuan yang diinginkan perusahaan. Peran mereka sangat netral sehingga tenaga kerja sejatinya mempunyai derajat yang sama dengan pemilik modal atau pemilik perusahaan. Oleh karena itu kemauan tenaga kerja dan kesejahteraan mereka harus diperhatikan.

Misi perusahaan untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya akan tercapai apabila terjalinnya
hubungan yang harmonis antara perusahaan dan tenaga kerjanya, Dalam upaya pengoprasian seringkali melibatkan beberapa pihak internal yang mengorganisasikan perusahaan untuk mengelola sumber daya manusia yang ada serta dengan menempatkan pekerja sebagai pihak yang selalu dapat diatur. Hal ini disebut dengan hubungan industrial.

Namun, tidak hanya itu saja yang merupakan hubungan industrial tetapi juga meliputi fenomena yang telah terjadi baik didalam maupun di luar tempat kerja yang berkaitan dengan penempatan dan pengaturan hubungan kerja. Seperti tercantum dalam undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (16) yang berisi bahwa, Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

Pada dasarnya yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan tenaga
kerja/buruh yang terjadi setelah diadakannya perjanjian kerja oleh buruh dengan majikannya dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah, maka perjanjian yang demikian disebut perjanjian kerja.

Perjanjian kerja tersebut adalah perjanjian perburuhan dimana pihak yang satu, si buruh mengikatkan
dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu melakukan
pekerjaan dengan menerima upah.

Seperti yang telah saya sebutkan diatas, Hubungan Industrial Pancasila (HIP) telah menjelskan bahwa
baik pengusaha, majikan, dan buruh mempunyai hubungan sederjat, artinya antara pengusaha dengan buruh merupakan suatu partner dalam berproduksi, merupakan satu mitra dalam menanggung segala kerugian. Oleh karna itu, dalam kehidupan sehari-hari tidak tertutup kemungkinan terjadinya perselisihan hubungan kerja atau sering disebut dengan perselisihan hubungan industrial.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan buruh atau serikat pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutus hubungan kerja serta perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan.

Berdasarkan pasal 2 UU PHI, Jenis-jenis Hubungan Industrial meliputi :
1. Perselisihan Hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja
4. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak. Akibat adanya
perbedaaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjajian
kerja, peraturan perusahaan atau perjajian kerja Bersama.

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, atau perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan didalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan atau peraturan kerja bersama.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.

Sedangkan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

Macam-macam perselisihan acap kali timbul dalam suatu perusahaan sehingga butuh suatu wadah hukum untuk menyeleaikan perselisihan-perselisihan tersebut.

Pada tahun 1957 sudh ada peraturan yang mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
pada waktu itu disebut dengan perselisihan perburuhan yaitu Undang-undang No.22 Tahun 1957. Menurut Undang-undang ini, perselisihan perburuhan diselesaikan oleh suatu Lembaga yang disebut Panitia Penyelesaian Perselisihan oleh suatu Lembaga yang disebut Panitia Penyelesaian Perburuhan (P4). Lembaga ini terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan pemerintah. Proses penyelesaian yang dilakukan panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) sangat rumit dan Panjang karena melalui beberapa tahapan sehingga untuk menyelesaikan suatu perselisihan perburuhan memerlukan waktu yang panjang dan tentunya memerluka biaya besar.

Dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c Undag-undang No.22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan yang dimaksud Perselisihan Perburuha adalah, pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syrat-syarat kerja atau keadaan perburuhan. Karena undang-undang ini telah sangat lama, makin banyaknya macam-macam perselisihan yang ada pada saat ini dan karena proses penyelesian perselisiha yang dalam menyelesaikan sangat lama makan lahirlah Undang-undang No.2 Tahun 2004 diatas.

Dengan lahirnya undang-undang No.2 tahun 2004 maka proses dalam menyelesaikan sengketa antara pengusaha dan tenaga kerja lebih mudah dab cepat diselesaikan. Undang-undang No.2 Tahun 2004 mengatur cara cara untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, sebelum mengajukan sengketa ke pengadilan hubungan industrial terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan pihak yang bersengketa yaitu menyelesaikan perkara secara bipartie dan jika cara ini tidak berhasil kementrian tenaga kerja dan transmigrasi atau instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan setempat akan menawarkan penyelesaian melalui :

1. Arbitrase : Penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Ini dilakukan diluar pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berelisih untuk menyerahkan penyeleaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

2. Konsiliasi : penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam suatu perusahaan. Ini dilakukan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

3. Jika tidak satu pun opsi diatas dipilih oleh para pihak dalam waktu 7 hari, perselisihan tersebut akan diselesaikan melalui proses mediasi, “mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutus hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral”.

Jika dalam mediasi pun tidak ditemukan perdamaian atau jalan keluar masalah, maka sengketa tersebut dapat diajukan di pengdilan hubungan industrial. Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian yang mudah, hemat waktu dan biaya, mediasi adalah penyelesaian sengketa yang lengkap ia dapat menyelesaikan ke empat macam perselisihan, beda halnya dengan arbitrase maupun konsiliasi yang tidak dapat menyelesaikan semua macam perselisihan hubungan indutstrial. Menurut undang-undang No.2 tahun 2004 pasal 8, penyelesaian perselisihan melalui mediasi.

dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga
kerjaan kabupaten/kota. Dengan semua kelebihan tersebut seharusnya mediasi menajdi sarana yang
ampuh dalam menyelesaikan sengketa perburuhan.
Upaya mediasi sering dilakukan disnaker kab. Kampar dalam menyelesaikan masalah perburuhan yang
mana wajib dilakukan oleh pihak yang bersengketa sebelum kasus dilimpahkan kepengadilan hubungan
industrial dan mediasi ini cukup berhasil dengan banyaknya kasus yang terselesaikan dan berakhir damai,
apabila kesepakatan tercipta maka salah satu pihak mempunyai hak eksekusi atas pihak lainnyadan pihak
lainnya mempunyai kewajiban untuk memenuhi hasil dari mediasi, tapi terkadang terdapat sengket yang tidak dapat diselesaikan dengan mediasi atau berlaurut-larut tanpa menemukan kejelasan yang tentunya merugikan para buruh, walaupun ketika itu terjadi, buruh/pengusaha masih memiliki hak dan upaya untuk menyelesaikan permasalahan di pengadilan hubungan industrial.

Dengan diamantkannya proses penyelesaian sengketa perburuhan oleh undang-undang kepada dinas
teaga kerja melalui jalur mediasi dengan biaya ringan, cepat, transparan dan beazas netral, seharusnya
segala macam perselisihan dapat diselesaikan dengan damai atau kekeluargaan dan tidak sampai kepihak
pengadilan karena penyelesaian melalui pengadilan akan membutuhkan waktu yag sangat lama apalagi jika mereka melakukan kasasi yang akan membuat para buruh dirugikan dengan lamanya wkatu tersebut. Dan keputusannya yang akan merugikan salah satu pihak, akan tetapi proses mediasi disnaker tidak selamanya dapat berjalan lancar atau dapat diselesaikan dengan mediasi.

Pada tahun 2023 jumlah perselisihan perburuhan yang masuk ke dinas tenaga kerja Kab. Kampar sebanyak 69 kasus dan dari kasus yang masuk tersebut sebanyak 41 kasus yang selesai dengan perjanjian Bersama (PB), dan sebanyak 28 yang tidak dapat diselesaikan dengan mediasi atau tidak menemukan titik terang, mediator megeluarkan anjuran yang akan diteruskan ke pengadilan hubungan industril (PHI) diantaranya perselisihan PHK di PT. Rimbun Sawit Sejahtera, PT. Argo Abadi, PT.Tunggal Yunus dan Perusahaan-perusahaan lainnya yang ada di Kab. Kampar.

Laporan kasus mogok kerja untuk rasa yang masuk pada dinas tenaga kerja Kab. Kampar tahun 2023 sebanyak 4 kasus daintaranya PT. Rimbun Sawit Sejahtera, PT. Egasuti Nasakti, PT. Inti Kamparindo Sejahtera dan PT. Centarl Warisan Indah Makmur. Dengan lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun 2004 yang mengatur penyelesaian perselisihan industrial ini melalui mediasi dengan segala manfaat dan segala kelebihannya dalam menyelesaikan sengketa industrial seharusnya dapat menyelesaikan perselisihan perburuhan demi untuk menjamin kepastian
hokum para buruh, tetapi fakta dilapangan lebih dari 25% kasus yang masuk untuk dilakukan mediasi mengalami kegagalan.

Dengan lahirnya Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) ini, diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang semakin meningkat dan kompleks yaitu dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang sederhana, cepat, adil dan murah yang juga dilihat dari aspek Acara perdata.

Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberi batasan masalah yang akan diteliti, peneliti hanya meneliti mediasi perselisihan hubungan industrial di Kab. Kampar. Perusahaan dan tenaga kerja yang dimaksud oleh peneliti adalah perusahaan atau tenaga kerja didalam wilayah Kab. Kampar.