Foto : Ilustrasi Hutan sumber internet/kompas.com

KAMPAR - Beredar selembaran surat keputusan nenek mamak 4 suku dan pucuk adat Kenegerian Desa Tanjung terkait adanya salah seorang ninik mamak, yakni Bosir dikeluarkan menurut adat negeri, namun hingga kini Bosir masih menjabat sebagai ninik mamak atau Datuk Jalelo Persukuan Melayu Kenegerian Desa Tanjung. 

Hal ini disesalkan oleh masyarakat Desa Tanjung. Karena menurutnya ninik mamak yang sudah cacat dalam adat tidak diperbolehkan kembali menjabat sebagai seorang ninik namak atau pemimpin dipersukuannya. 

"Setahu saya ya kalau ninik mamak yang sudah cacat adat, tidak diperbolehkan lagi menjabat sebagai ninik mamak," singkat Idal yang dituakan di Persukuan Domo Kenegerian Desa Tanjung, Rabu (26/4/2023). 

Dilihat surat ini dikeluarkan pada tahun 2000 silam dan ditandatangani oleh Pucuk Adat Kenegerian Desa Tanjung, Farial Dt. Bendaharo. Diketahui oleh Kepala Desa Tanjung Aiditiawarman dan P3N, Imam Besar atau Pucuk Sara' Kenegerian Desa Tanjung, Jailani Taher. 

Sementara Kepala Desa Tanjung, Nasrullah bagian dari Datuk Jongulu Kenegerian Desa Tanjung mengungkapkan bahwa Bosir ini juga pernah bermasalah dengan adat Kenegerian Desa Tanjung pada 2018, diduga terlibat menjual hutan ulayat adat. Dalam dugaan ini, yang terlibat tidak hanya Bosir, namun juga ninik mamak lainnya, yakni Datuk Jongulu Masnur diwakilkannya kepada Dalimar, Persukuan Pitopang Kenegerian Desa Tanjung dan Datuk Ngulu Bosau Kahardi, Persukuan Pitopang Desa Tanjung. 

Datuk Mangkuto Desa Tanjung, Seri melalui wakilnya Desto Antoni saat dikonfirmasi menanggapi terkait hal ini mengakui adanya persoalan ini yang dihadapinya selaku ninik mamak pada 2018 itu. Dan pada kasus Ninik Mamak Datuk Jalelo Bosir tahun 2000 silam, ia mengaku belum menjabat atau menjalankan tugas sebagai Datuk Mangkuto Persukuan Kenegerian Desa Tanjung. Namun dia mengakui mengetahuinya. 

Ya soal masuk dia lagi ke nagoghi sesuai dengan pemasuknya, tidak bisa kita menolaknya, karena keponakannya masih diterimanya. Tapi kalau seandainya ada keponakan yang keras mendukung itu tu, bisa dilengserkan. Ini tidak, keponakannya tidak mau. Tahan dia mati sama kita. Saya saja ditinju sama orang itu dulu. Imul dan Kibal dikeroyoknya saya waktu itu. 

"Gimana caranya, yang berdiri waktu itu hanya saya sendiri. Ndak sanggup saya. ninik mamak lainya menyuruh saya untuk maju saja pandainya, jadi serba payah saya rasanya. Ya, Yon Naro (Pucuk Adat Kenegerian Desa Tanjung saat ini) kalau dia mendorong bersama sebetulnya bisa waktu itu. Sampai kami ke Polres masalah ini. Saya saja empat kali dipanggil ke Polres masalah ini dulu. Kami pula yang dilaporkan balik. Ndak bisa katanya, surat dari kami katanya surat palsu, karena surat minta rumah ke rumah tidak sah katanya. Itulah yang dilaporkannya ke Polres itu dulu," akui Desto Antoni. 

Lebih lanjut Desto Antoni menyampaikan bahwa persoalan dengan ninik mamak, Bosir, Masnur/Alimar dan Musri pada 2018 lalu tersebut hingga berurusan dengan pihak kepolisian, Polres Kampar membuatnya gemetaran bersama ninik mamak lainnya. 

"Lari salondau, tojun salubang. Kalau diberhentikan belum ada bahasa seperti itu. Itulah bahasa dapat kami terselamatkan. Kalau Ndak kena kami sama orang Kapolres waktu itu lagi. Karena kami tidak menyebut berhentikan. Cuma belum lagi ada bahasa kami lari indak salondau, terjun tidak selubang. Itulah bahasanya. Kalau kami sempat membuat surat pernyataan mereka diberhentikan, kami ditangkap lagi waktu itu oleh Polres. Gemetar kami semua ninik mamak waktu itu," ucapnya berbasaha Ocu Kenegerian Desa Tanjung.(SL)