Penulis : Angelica Sahasrara
Fakultas : Psikologi
Universitas: Muhammadiyah Malang

Suaramuda.com - Di balik gemerlap panggung dan sorak sorai penonton, banyak musisi yang berjuang deengan monster mengerikan tak kasat mata yang bernama kecemasan. Kecemasan saat pertunjukkan musik atau Music Performance Anxiety (MPA) adalah fenomena yang paling sering dialami oleh para musisi saat akan melakukan pertunjukkan diatas panggung. Kondisi ini tidak hanya dapat menganggu kualitas pertunjukan music, namun juga mempengaruhi kesehatan mental dan keesejahteraan hidup para musisi.

Teori kognitif behavioral yang dikemukakan oleh psikiater dan psikolog yang bernama Aaron dan Albert, bahwa MPA muncul akibat pola pikir negatif yang berulang dan interprtasi yang salah terhadap situasi. Karena pikiran internal dapat mengakibatkan kecemasan. Joseph LeDoux mengemukakan bahwa Music Performance Anxiety (MPA) adalah aktivitasi dari sistem saraf simpatik yang memicu respon “Fight or Flight”. Jadi saat seseorang merasa terancam, amigdala akan mengirimkan sinyal kepada tubuh untuk bersiap dalam mengatasi suatu bahaya. Sebuah penelitian terdahulu telah megidentifikasi hubungan yang signifikan antara MPA, GAD, SAD. Beck berpendapat bahwa individu dengan kondisi Generalized Anxiety Disorder (GAD) memiliki skema kognitif negatif dan cenderung melihat dunia sebagai suatu ancaman. Laus dan Wells juga berpendapat bahwa SAD menekankan pikiran negatif tentang penampilan diri dalam memicu kecemasan sosial. MPA dianggap sebagai bentuk khusus dari SAD yang spesifik pada pertunjukkan music.

American Psychological Association (APA) mengungkapkan rehabilitasi dari gangguan kecemasan melibatkan pengurangan atau pengelolaan normal tanpa adanya rasa cemas yang berlebihan, karena proses pemulihan tergantung tingkat keparahan dan juga jenis gangguan. Ada pula studi yang mengatakan bahwa faktor klinis dan psikologis merupakan prediktor utama dalam pemulihan, meskipun akurasi prediksi masih sangat terbatas untuk penetapan klinis dalam sehari-hari. Penelitian ini menganalisis data dari ratusan pasien dan menemukan fakta bahwa sebagian besar pasien telah berhasil pulih dari gangguan kecemasan dalam jangka waktu dua tahun. Implikasi untuk praktik klinis hasil dari kedua penelitian ini sangat penting. Jika seorang musisi mengalami MPA yang parah, terapis dapat mempertimbangkan untuk mengatasi masalah yang mendasarinya. Dengan demikian mengidentifikasi faktor-faktor prediksi, para ahli klinis dapat mengembangkan rencana perawatan yang lebih individual dan efektif. Selanjutnya mengenai keterbatasan arah penelitian masa depan, meskipun penilaian ini memberikan kontribusi yang signifikan, harus tetap ada beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan.

Papa Georgi mengemukakan bahwa penelitian terkait GAD,MPA,SAD pada musisi masih terfragmentasi, sehingga belum mampu mencerminkan pemahaman yang holistik dan dinamika biopsikosoial yang melandasi gangguan tersebut. Menurut PapaGeorgi, keterbatasan ini disebabkan oleh minimnya pendekatan transdisipliner atau cara pandang yang mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu untuk memahami suatu fenomena secara komprehensif, yang mampu menjadi jembatan teori psikologi, neurologi, dan musikologi, Kondisi ini tidak hanya dapat mengurangi kecepatan perkembangan kerangka konseptual yang koheren. Kondisi ini juga meghambat formulasi intervensi berbasis bukti untuk menanggulangi masalah kompleks kecemasan pada musisi secara sistematis dan berkelanjutan.

Penelitian megungkapkan bahwa ada banyak faktor yang berkontribusi mempengaruhi munculnya kecemasan para musisi. Faktor utama yang paling sering adalah perfeksionisme, dimana para musisi memiliki ekspetasi yang tinggi terhadap dirinya sendiri sehingga mereka memaksa dirinya untuk tampil sempurna dan apabila mereka melakukan kesalahan mereka akan merasa gagal dan cemas. Sejumlah intervensi klinis terbukti ampuh dalam megatasi kecemasan pertunjukan musik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk megatasi hal ini. Hal pertama yang di lakukan adalah melakukan pendekatan yang holistik yang mencangkup aspek kognitif dengan mengatasi pikiran negatif dan irasional yang dapat menganggu, mengelola emosional dan fisik sehingga saat emosi muncul tahu bagaimana cara mengatasi masalah tersebut, lalu melakukan terapi kognitif- perilaku, eksposure, serta terapi musik. Selain itu ada pula cara yang lebih mudah dalam mengatasi hal tersebut, caranya adalah dengan melakukan hierarki ketakutan atau degan membuat situasi ketakutan mulai dari ketakutan yang paling ringan hingga berat, serta secara perlahan dan bertahap belajar mengatasi masalah tersebut.

Ada pula arah penelitian masa depan untuk mengatasi MPA adalah dengan cara penelitian Neurobiologis dengan cara Imaging otak dengan menggunakan teknologi yang mirip seperti FMRI untuk mengamati bagaimana aktivitas otak para musisi saat mengalami kecemasan saat pertunjukkan musik, lalu mempelajari hormon stress degan mempelajari kadar koristol dan adrenalin pada musisi dan hubungannya degan gejala fisik dan psikologi, serta menyelidiki konektivitas antar area otak berubah selama belajar musik serta apa pengaruhnya terhadap MPA. Selain dua cara tersebut ada pula arah penelitian masa depan degan menggunakan terapi berbasis virtual reality dengan menggunakan teknologi VR untuk menciptakan simulasi pertunjukan yang realistis, sehingga para musisi berlatih mengatasi kecemasan dalam lingkungan yang terkendali. Dan ada pula Neurofeedback yang menggunakan umpan balik real-time tentang aktivitas otak untuk membantu musisi dapat berlatih cara mengatasi dan mengontrol respon fisiologis mereka.

Music Performance Anxiety (MPA) adalah kecemasan yang dialami musisi saat tampil di panggung, yang dapat mengganggu kualitas pertunjukan dan kesehatan mental mereka. MPA sering kali muncul akibat pola pikir negatif dan perfeksionisme. Untuk mengatasi MPA, pendekatan holistik yang mencakup pengelolaan pikiran, emosi, dan fisik, serta terapi kognitif-behavioral terbukti efektif. Penelitian masa depan berfokus pada teknologi fMRI, virtual reality (VR), dan neurofeedback untuk membantu musisi mengatasi kecemasan dengan cara yang lebih terkontrol dan efektif.